Mangrove merupakan salah satu jenis tanaman yang
berada pada wilayah yang memiliki pasang surut air laut. Seperti halnya kawasan
pesisir, yang merupakan kawasan tempat bertemu antara daratan dengan lautan.
Muara sungai merupakan wilayah tempat terjadinya pasang surut air laut, jenis
ekosistem muara sungai atau estuary, dimana mangrove adalah salah satu jenis
tanaman yang tumbuh dan hidup di ekosistem ini. Wilayah peralihan seperti muara
dan pesisir, tanahnya akan cenderung tidak stabil dan mudah tererosi karena
terkena terpaan arus air. Oleh karena tempat hidup mangrove yang berada di
wilayah mudah terjadi erosi, disinilah fungsi perakaran tanaman mangrove yang
pada dasarnya setiap tanaman membutuhkan media untuk tumbuh sehingga ketika
terjadi penggerusan lahan oleh arus air, akar mangrove akan dapat mengurangi
laju erosinya. Selain sebagai pengurang laju erosi, ekosistem mangrove
berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan.
Sungai Bogowonto merupakan salah satu sungai
yang melewati Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sungai Bogowonto merupakan
batas alam yang memisahkan antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan Provinsi Jawa Tengah. Di muara
sungai ini terdapat kenampakan ekosistem mangrove asli, dimana keberadaannya
bukan karena disengaja ditanam oleh manusia. Tanaman mangrove asli yang berada
di wilayah muara Sungai Bogowonto ini adalah jenis Avicennia alba. atau yang sering disebut masyarakat sekitar dengan
istilah api–api. Tanaman mangrove jenis ini merupakan tanaman mangrove yang
tumbuh zonasi terluar atau zona yang masih terpengaruh oleh pasang surut air
laut dengan jenis tanah lumpur karena sering tergenang air laut saat pasang.
gambar tanaman mangrove jenis Avicennia alba atau Api-api |
Selain jenis api – api, jenis tanaman yang ada
di sepanjang Sungai Bogowonto yang mendekati muara adalah Rhizopora mucronata. dan Burgueira
gymnorrhiza. tetapi kedua jenis tanaman ini merupakan tanaman yang sengaja
ditanam oleh masyarakat di wilayah sempadan Sungai Bogowonto. Kedua tanaman ini
juga masih termasuk dalam tanaman pada zonasi terluar atau yang sering terkena
pasang surut.
Gbr Tanaman mangrove jenis Burgueira gymnorrhiza yang terdapat di estuary sungai Bogowonto. (Dok. Pribadi) |
Masyarakat disepanjang sempadan sungai Bogowonto
ini sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Adapun jenis pertanian
yang ada di sempadan timur Sungai Bogowonto ini adalah pertanian lahan kering
dan budidaya tambak udang. Dorongan kebutuhan akan lahan pertanian inilah yang
akhirnya menjadi penyebab pada awal tahun 1980 an tanaman mangrove terutama
yang jenis asli mulai ditebang oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena masyarakat
tidak mengetahui secara detail kegunaan dari tanaman mangrove tersebut.
Terlebih tanaman asli jenis api-api memiliki akar nafas yang meluas sehingga
bagi masyarakat dengan adanya tanaman ini akan mengurangi lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk digunakan sebagai lahan pertanian.
Dampak tidak adanya pengikat material lahan
adalah laju erosi yang tinggi. Hal inilah yang mulai dirasakan masyarakat yang
tinggal di sempandan timur sungai Bogowonto. Oleh karena itu diperlukan
kegiatan untuk melindungi dan melestarikan tanaman yang pernah ditebang oleh
masyarakat disekitarnya. Konservasi tanaman mangrove di sempadan Sungai
Bogowonto sudah beberapa kali dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak.
Seperti pada tahun 2012, instansi pemerintah yang seperti Dinas Kelautan,
Perikanan, dan Perternakan Kabupaten KulonProgo telah melakukan kegiatan
penanaman tanaman mangrove jenis Rhizopora
mucronata. Kegiatan penanaman yang dilakukan mengalami kegagalan
dikarenakan kurangnya perencanaan dan pengenalan waktu tanam. Waktu tanam
dilakukan pada saat arus laut tinggi dan deras sehingga sebagian besar bibit
yang ditanam hanyut dan mati.
Dengan pengalaman tersebut, masyarakat diajak
untuk merencanakan kegiatan pelestarian tanaman mangrove khususnya di ekosistem
estuary muara dan sempandan Sungai Bogowonto. Adapun tahapan kegiatan
pelestarian atau konservasi yang dilakukan dengan masyarakat adalah pembibitan,
penanaman, dan monitoring. Untuk dapat memelihara tanaman asli yang tumbuh dari
lingkungan sempadan Sungai Bogowonto, masyarakat diajak untuk mengambil
propagul (buah mangrove) dari tanaman yang telah ada di sepanjang Sungai
Bogowonto. Agar lebih mudah untuk tumbuh menjadi bibit, buah mangrove yang
telah diambil, disemaikan sehingga pada umur sekitar 3-6 bulan buah telah
menjadi bibit yang telah memiliki akar dan daun yang siap tanam. Hal ini perlu
dilakukan karena dengan menanam bibit yang telah memiliki akar akan lebih kuat.
Penanaman yang dilakukan juga harus dilakukan
dengan perencanaan yang tepat, tentang waktu menanam dan teknik yang sesuai
dengan keadaan area penanaman. Pada area ini, masyarakat memilih teknik
pelindung tanaman yang kuat dengan sistem anyaman bambu yang dengan tiang yang
ditanam kedalam tanah mencapai 2 meter. Dengan metode ini, menurut warga
masyarakat dapat mengurangi kekuatan arus air tetapi tetap dapat memberikan
rongga untuk keluar masuk air sehingga tanaman tetap mengalami pasang surut.
Proses lanjutan setelah penanaman yang
diperlukan adalah memonitoring hasil kegiatan penanaman. Mencari bibit yang
mati di wilayah penanaman dan untuk selanjutnya disulam atau ditanami kembali
dengan bibit yang baru. Proses ini diperkenalkan ke masyarakat agar untuk
selanjutnya, masyarakat dapat mengelola kegiatan konservasi ekosistem mangrove
secara mandiri. Dengan proses kemandirian ini juga diharapkan kegiatan
konservasi yang dilakukan dapat lebih efisien dan berkelanjutan. Ditambah lagi,
dengan berbagai proses yang dilakukan secara mandiri seperti ini akan
menumbuhkan rasa kepemilikan akan tanaman mangrove yang telah mereka
rencanakan, tanam, dan rawat sendiri.
dimuat dalam bulletin konservasi BKSDA Yogyakarta